Friday, November 25, 2005

aMsa...

Adalah sebuah eposide kehidupanmu yang telah lalu,
Adalah sepenggal babak hidupmu yang terdahulu…

(tiadalah aku kala itu)

Dan kutersenyum melihat sang waktu,
Yang bercanda mesra denganmu…
Dan kutertawa melihat dunia saat itu,
Yang bersenda gurau denganmu…

(walau tiada hadirku)

Lewat sang masa kau tersenyum
Bersama sang waktu kau tergelak
Dengan dunia kau bentang segala mimpi… segala cita… segala asa…

(tapi aku belum hadir di sana)

Adakah kau manusia yang sama?
Adakah jiwamu serupa?
Adakah anganmu yang tengah melayang mengembara?
Dan segala citamu bebas mengelana?

(dan aku belum lah tercipta)

Siapakah dirimu wahai manusia?
Adakah senyummu tulus adanya?
Adakah tangismu ungkapan duka?
Adakah amarahmu cermin sang angkara?

(aku tak tahu, karena aku dulu tiada)

Dan sang masa yang jenaka…
Terpana…
Untuk hadirku….
Suatu ketika…

Dan ia kembali tergelak… tertawa…

Dan kini hadirku…
Dalam sepotong episode kehidupanmu…
Dalam sepenggal babak hidupmu…

Tawamu jadikan senyumku…
Resahmu jadikan galauku…
Angkaramu jadikan amarahku…

Karena inilah… hadirku…

Aku yang (dulu) tiada…
Tiada hadirku (dulu)…

Dan inilah aku…
Hadir di sebuah masa…
Kini….

Adakah aku…
Dalam sebuah masa…
Nanti…

(sang waktu tersenyum untuk bermain kembali)

Ite-25 Oct’05 –12.05 am

“untukmu yang (sedang) senang bermain dengan waktu…”

inBtaGn

Adalah aku,
Adalah langit,
Adalah bintang,

Adalah malam,
Adalah kelam,
Adalah sunyi,
Adalah diam….

Adalah mimpi
Adalah angan
Adalah harapan

Adalah memori
Adalah kenangan
Adalah saat ini
Adalah masa depan

Adalah ragu
Adalah bisu
Adalah kelu

Adalah senyum
Adalah isak
Adalah angkara
Adalah air mata

Adalah cerita
Adalah awal
Adalah akhir

Adalah aku….
Dengan seisak air mata…
Dengan seulas tawa…
Mengenang segalanya….

Aku pulang….
Padamu padang terbentang…
Padamu wahai bintang…

Aku pulang….

Ite-19 Nov’05

unP'gal

Di sanalah aku..
Menghadap sang persada kembali.

Pulang dalam kesendirian.
Kembali dalam kesunyian.
Untuk mendapatkan senyap.

Dan alam menyambutku dengan senyumnya.
Mungkin hanya itu yang kuperlu.
Karena aku kembali bukan untuk sebuah alasan,
bukan untuk sebuah argumentasi.
Aku hanya ingin kembali.

Dan di sinilah aku…terseok-seok mencoba menapaki jejak langit.
Mencoba mengingat sepotong memori yang tersisa.
Mencoba tertawa pada sepenggal cerita yang telah sirna.

Hanya rasa...
Itu yang kuingat…

Telah beribu-ribu abad rasanya aku mengembara.
Hanya untuk kembali pulang mencari sesuatu…
yang mungkin tak pernah ada.

Angkasa itu sama.
Angkasa yang telah begitu setia dalam pengembaraanku yang tak pernah usai
dan mungkin sesungguhnya belum juga kumulai.

Dan ke manapun aku pergi
Aku merindukanmu mentari.
Di setiap penghujung hari,
Di mana engkau kan tenggelam untuk esok datang kembali.
Lalu kau kan tersenyum seraya berbisik,
“Matiku hari ini bagi hidupmu esok hari…”

Seandainya saja aku bisa bicara tentang hal yang sama.
Matiku hari ini bagi hidupmu esok hari,
Tapi aku sekarat mentari…
Dan rasanya sebentar lagi mati…

Hahaha…
Kalaupun aku memilih mati.
Hanya di hadapanmulah aku rela menghabisi eposide kehidupan ini.

Tapi bukan karena itu aku kembali…

Aku memang sekarat,
Dan mungkin sebentar lagi mati…

Jangan takut… karenan sebelum itu….
Kan kutuntaskan segalanya yang belum usai.
Dan setelah segalanya selesai.
Mungkin salam sang mentari telah saatnya berganti,

“Matimu adalah untuk hidupmu sejati…”

Sampai jumpa mentari…

Ite-1 November 2005