Sunday, June 19, 2005

SaMuDeRa...


“Aku terlahir dari rahim laut…
Dan samudera adalah bunda terkasihku…
Ombaklah saudara-saudari sedarahku…
Aku terlahir yatim… tanpamu ayahandaku…
Aku terlahir dari rahim laut…

Dan di sanalah akan kupersembahkan jasadku…”


Samudera begitu luas…tak berujung… tak bertepi… Segala air yang tertampung di atasnya adalah satu. Samudera Hindia, Laut Merah juga laut dingin dan beku di kutub utara sana adalah sejiwa, satu raga walau terpisahkan benua. Begitu pun ombak yang berbuih dan menghantam karang. Sebuah lambang keabadian. Tercipta oleh dorongan angin, ombak pun bergulung, gagah perkasa ia menghantam kokohnya batu karang. Dan ia pun pecah, bermetamorfosa menjadi buih-buih kecil yang indah. Ia tidak lagi garang, disapunya dengan lembut pasir dan hewan-hewan kecil di tepian pantai. Dan kembalilah ia kepada samudera. Di mana angin akan kembali menghembuskan nafasnya dan terciptalah sebuah nyanyian di sana.
Dan sepi mulai menggerogoti jiwaku. Kesendirian yang ternyata kurindukan. Senyap yang tak perlu bercakap. Aku pulang. Dan samudera menyambutku. Tak ada yang pernah berubah, untukku, dan hanya untukku. Angin semilir ini masih angin yang sama. Ombak yang berderu pun juga ombak yang menyapa telapak kaki-kaki kecilku dulu. Pasir ini… adalah sahabat karib yang selalu menemaniku bermain. Mereka menungguku… mereka selalu setia menungguku kembali. Alam ini masih alam yang sama, yang selalu hangat menyambutku. Dan akulah yang ternyata telah jauh melangkah. Jauh menyebrangi samudera, menembus cakrawala. Tetapi ternyata sebuah kerinduan menyerbu kalbuku. Sebuah kerinduan masa laluku. Kerinduanku padamu wahai samuderaku. Sebuah kerinduan yang tak bertepi… dan kini terpatri. Dan kuteringat akan hari-hari indah itu. Dimana aku selalu bercumbu denganmu wahai alamku. Di mana kan kutumpahkan seluruh isi sanubariku padamu. Karena kita tak perlu aksara, karena kita tak perlu segala tanda baca, hanya makna dan seutas tali pengikat jiwa. Dan kita pun mulai berkata-kata, dalam sebuah bahasa yang tak kan pernah dimengerti insan manusia. Tentang segala hukum jagad raya, tentang segala norma dan kasta semesta, tentang merdekanya seonggok mahluk bergelar manusia, merdeka dalam kungkungan dunia, terkungkung dalam kemerdekaan individu semata:

Dan aku pun berlari...
Berlomba dengan sang ombak yang bergulung menari…
Dan pasir pun berbisik seraya bernyanyi…
Terdengar lantunan indah, serangkai melodi…
Dan aku kembali.. menghatur raga, segenap diri…
Dan aku berdiri… terpatri…
Sendiri…


“Akhir dari sebuah awal kisah Insani…”
**********
satu dari sketsa yang tak pernah selesai...

2 Comments:

Anonymous Anonymous said...

baguuuuussss...*nangis2 di kantor*

2:47 PM  
Blogger iTe said...

lah kok menangis...
jangan dunk...

5:53 PM  

Post a Comment

<< Home