Friday, February 18, 2005

Biar dunia tertawa...


Pernakah kamu merasa untuk menertawai dunia sekali saja?
Tak perlu sering-sering, cukup sekali saja.
Tak bosankah kamu selalu ditertawai dunia?
Tak bosankah kamu selalu jadi objek penderita?

Aku bosan….
Maka biarlah kutertawai dunia ini.
Biarlah kutertawai dunia jelek ini untuk sekali saja.
Biar ku-cibir-i dunia tak tahu malu ini.

Karena aku sudah tak punya urat malu.
Dan karena telah sering pula aku dipermalukan.
Dan seandainya aku tak perlu pura-pura bahagia dan bangga
di tengah per-olok-olokan diriku sendiri - sekali lagi… oleh dunia sialan ini.

Maka bolehkah aku menghatur segala rasa hormat,
untuk sekedar melapor ijin, tersenyum ala kadarnya,
karena aku merasa hari ini aku telah bisa tertawa-menertawai dunia.

Karena biar ragaku diperbudak harta,
karena biar segala darah dan dagingku
tersenyum puas pada segala tahta dan kuasa…

Jiwaku masih terbang lepas, terbang bebas mengelana.
Jiwaku masih bisa tertawa.
Sekencang-kencangnya pada dunia.

Dan jiwaku kini jadi aktor utama.
Biar dunia hanya pegang peran pembantu saja.
Yang cuma lewat sepintas lalu, tanpa kata-kata.
Karena aku tak mau diperbudak dunia.

Karena buatku dunia tak pernah ada.
Yang ada hanya panggung sandirwara.
Dan sialnya dulu aku hanya jadi peran figuran belaka.
Si dunia sombong keburu bercokol di sana.
Tertawa menang jumawa: hihi-hoho-haha.
Sepertinya dia kenal dengan Pak Sutradara.
Mungkin Pak Sutradara jadi korban korupsi semata.
Oleh si dunia yang suka semena-mena seenak jidatnya.
Dia pikir semua bisa dibeli dengan harta.
Huh, sorry lah ya! Bukan saya!!!

Dan dengan demikian ijinkan aku kembali ke dunia nyata.
Di mana aku kini hanya bisa tersenyum… sekali lagi… sekadarnya.
Di mana saat ini aku cuma bisa meratap nyeri…
Dan menatap ngeri…
Aku tak mau mati… bukan saat ini…

Belum…

0 Comments:

Post a Comment

<< Home